1. Dampak penyalahgunaan ipteks pada kehidupan? 2. Problematika pemanfaatan inpeks di Indonesia?
PPKn
Harukaa
Pertanyaan
1. Dampak penyalahgunaan ipteks pada kehidupan?
2. Problematika pemanfaatan inpeks di Indonesia?
2. Problematika pemanfaatan inpeks di Indonesia?
1 Jawaban
-
1. Jawaban melvinrhz21
1.Pemanfaatan jasa komunikasi oleh jaringan teroris;
Penggunaan informasi tertentu dan situs tertentu yang terdapat di internet yang bisa disalah gunakan pihak tertentu untuk tujuan tertentu;
Kerahasiaan alat tes semakin terancam. Melalui internet kita dapat memperoleh informasi tentang tes psikologi, dan bahkan dapat memperoleh layanan tes psikologi secara langsung dari internet;
Kemerosotan moral di kalangan warga masyarakat, khususnya di kalangan remaja dan pelajar. Kemajuan kehidupan ekonomi yang terlalu menekankan pada upaya pemenuhan berbagai keinginan material, telah menyebabkan sebagian warga masyarakat menjadi “kaya dalam materi tetapi miskin dalam rohani”
Penyalahgunaan pengetahuan bagi orang-orang tertentu untuk melakukan tindak kriminal. Kita tahu bahwa kemajuan di badang pendidikan juga mencetak generasi yang berepngetahuan tinggi tetapi mempunyai moral yang rendah. Contonya dengan ilmu komputer yang tingi maka orang akan berusaha menerobos sistem perbangkan dan lain-lain.
2.Pengalaman negara-negara maju dan negara baru maju menunjukkan bahwa kekuatan ekonomi berakar pada kemampuan teknologi dan inovasi yang dimiliki. Kemampuan teknologi yang tinggi telah memberikan kekuatan untuk bersaing dan peluang dalam kancah perdagangan internasional yang kompetitif. Sulit untuk dibantah bahwa kemampuan teknologi yang dimiliki oleh suatu bangsa akan sangat menentukan daya saing, sehingga semua negara di dunia berusaha untuk mengejar ketertinggalannya dalam penguasaan Iptek. Keberhasilan negara-negara baru maju di Asia Timur tidak dapat diulang dengan mudah di negara berkembang tapi perlu diciptakan kondisi tertentu dan berupaya mengatasi masalah-maslah dalam pengembangan IPTEK seperti akan diuraikan di bawah ini:
1. Keterbatasan Sumber Daya Iptek
Masih terbatasnya sumber daya iptek tercermin dari rendahnya kualitas SDM dan kesenjangan pendidikan di bidang iptek. Rasio tenaga peneliti Indonesia pada tahun 2001 adalah 4,7 peneliti per 10.000 penduduk, jauh lebih kecil dibandingkan Jepang sebesar 70,7. Selain itu rasio anggaran iptek terhadap PDB sejak tahun 2000 mengalami penurunan, dari 0,052 persen menjadi 0,039 persen pada tahun 2002. Rasio tersebut jauh lebih kecil dibandingkan rasio serupa di ASEAN. Sementa. Kecilnya anggaran iptek berakibat pada terbatasnya fasilitas riset, kurangnya biaya untuk operasi dan pemeliharaan.
2. Belum Berkembangnya Budaya Iptek
Budaya bangsa secara umum masih belum mencerminkan nilai-nilai iptek yang mempunyai penalaran obyektif, rasional, maju, unggul dan mandiri. Pola pikir masyarakat belum berkembang ke arah yang lebih suka mencipta daripada sekedar memakai, lebih suka membuat daripada sekedar membeli, serta lebih suka belajar dan berkreasi daripada sekedar menggunakan teknologi yang ada.
3. Belum Optimalnya Mekanisme Intermediasi Iptek
Belum optimalnya mekanisme intermediasi iptek yang menjembatani interaksi antara kapasitas penyedia iptek dengan kebutuhan pengguna. Masalah ini dapat terlihat dari belum tertatanya infrastruktur iptek, seperti institusi yang mengolah dan menterjemahkan hasil pengembangan iptek menjadi preskripsi teknologi yang siap pakai untuk difungsikan dalam sistem produksi.
4. Lemahnya Sinergi Kebijakan Iptek
Lemahnya sinergi kebijakan iptek, menyebabkan kegiatan iptek belum sanggup memberikan hasil yang signifikan. Kebijakan bidang pendidikan, industri, dan iptek belum terintegrasi sehingga mengakibatkan kapasitas yang tidak termanfaatkan pada sisi 15 penyedia, tidak berjalannya sistem transaksi, dan belum tumbuhnya permintaan dari sistem pengguna yaitu industri. Disamping itu kebijakan fiskal juga dirasakan belum kondusif bagi pengembangan kemampuan iptek.
5. Belum Terkaitnya Kegiatan Riset dengan Kebutuhan Nyata
Kegiatan penelitian yang tidak didorong oleh kebutuhan penelitian yang jelas dan eksplisit, menyebabkan lembaga-lembaga litbang tidak memiliki kewibawaan sebagai sebuah instansi yang memberi pijakan saintifik bagi kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah. Salah satu dampak langsung dengan adanya kegiatan riset yang tidak didasari oleh kebutuhan yang jelas adalah terjadinya inefisiensi yang luar biasa akibat duplikasi penelitian atau plagiarisme.
Dampak lainnya adalah merapuhnya budaya penelitian sebagai pondasi kelembagaan ristek, seperti yang terjadi pada sektor pendidikan. Pendidikan di Indonesia dapat dikatakan telah gagal membudayakan rasa ingin tahu, budaya belajar dan apresiasi yang tinggi pada pencapaian ilmiah.